BAB I
PENDAHULUAN
1. Kenyataan Sejarah
Cikal bakal tasawuf dan tarekat, benih-benih dan dasar
ajarannya tak dapat dipungkirisudah ada sejak dalam kehidupan Nabi Muhammad
SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa yang terjadi dalam
hidup, dalam ibadah dan dalam pribadi Nabi Muhammad SAW. Cikal bakal itu
semuanya berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Cikal bakal inilah yang diteruskan pengamalannya oleh Ahlul Bait, Khulafaur-Rasyidin, para sahabat yang lain, para Ahlus Shufah , para Salafus Shaleh, zaman tabi’in, tabi’it tabi’in sampai dengan zaman muta-akhirin sekarang ini.
Cikal bakal inilah yang diteruskan pengamalannya oleh Ahlul Bait, Khulafaur-Rasyidin, para sahabat yang lain, para Ahlus Shufah , para Salafus Shaleh, zaman tabi’in, tabi’it tabi’in sampai dengan zaman muta-akhirin sekarang ini.
Para Sufi dan Syekh-syekh Mursyid dalam tarekat, merumuskan
bagaimana sistematika, jalan, cara, dan tingkat –tingkat jalan yang harus
dilalui oleh para calon sufi atau muri tarekat secara rohani untuk cepat
bertaqarrub, mendekatkan diri kehadirat Allah SWT.
Kenyataan dalam sejarah juga menunjukkan, bahwa peran serta
aktif dari para sufi dan para tuan syekh, mursyid, adalah amat besar dalam
dakwah islam dan dalam pembinaan umat, tidak hanya dalam bidang ibadah
ubudiyah, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan perorangan, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pendapat yang menyatakan bahwa tasawuf dan tarekat itu
menghambat kemajuan atau menyebabkan umat menjadi terbelakang adalah sangat
keliru. Kenyataan juga membuktikan, sejak dahulu sampai sekarang, kemajuan
pembangunan yang serba canggih buah dari ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), tanpa dikendalikan oleh iman dan taqwa(IMTAQ), tidak hanya mengancam
timbulnya kehancuran umat manusia. Dengan kata lain, kemajuan dalam bidang
benda material tanpa diimbangi degan kemajuan pembinaan mental spiritual , akan
menjurus kepada kehancuran menyeluruh.
2. Tarekat di Indonesia
Seperti diketahui dari sejarah, masuknya tasawuf dan tarekat
ke Indonesia bersamaan dengan masuknya islam. Aliran lembaga tarekat yang masuk
ke Indonesia bersamaan dengan memuncaknya gerakan tasawuf internasional, seperti
Tarekat Khalwatiyah,Syattariyah, Syadziliyah, demikia juga tarekat-tarekat yang
lain, yaitu Tarekat Qadiriyah, Rifa’iyah,Idrisiyah, dan yang paling besar dan
menyeluruh tersebar di seluruh kepulauan Nusantara adalah tarekat
Naqsabandiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
TAREKAT DAN PERKEMBANGANNYA
1. Pengertian Tarekat
Asal kata “tarekat” dalam bahasa arab yaitu “thariqah” yang
berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.
Menurut istilah
tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju
Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara
rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin
kepada Allah SWT.
Menurut Syekh Amin al-Kurdi tarekat ialah cara mengamalkan
syariat dan menghayati inti syariat itu dan menjauhkan diri dari hal-hal yang
bisa melalaikan pelaksanaan dan inti serta tujuan syariat.
2. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Didalam ilmu tasawuf, istilah tarekat tidak saja ditujukan
kepada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh tarekat
dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh
tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada didalam agama Islam,
seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya, yang semua itu merupakan
jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagaimana telah
diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada
Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak
ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah bimbimngan seoang
guru atau syekh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha
mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang
ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini
menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang terlah berkembang dengan beberapa
variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada
muridnya.
3. Sejarah Timbulnya Tarekat
Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang
bersifat lembaga tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu
sendiri. Semakin luas pengaruh tasawuf, semakin banyak pula orang berhasrat
mempelajarinya.
Seorang guru tasawuf biasanya memformulasikan suatu sistem pengajaran
tasawuf berdasarkan pengalamannya sendiri. Sistem pengajaran itulah yang
kemidian menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang membedakannya dari tarekat
yang lain.
Tarekat adalah
organisai dari pengikut sufi-sufi besar. Mereka mendirikan organisasi-organisasi
untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Maka timbullah tarekat.
Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang
disebbut ribat (disebut
juga zawiyah, hangkah atau pekir).
Teori lain sejarah kemunculan tarekat dikemukakan oleh Jhon
O. Voll. Ia mejelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap Islam muncul sejak awal
sejarah islam, dan para sufi yang mengembangkan jalan-jalan spiritual personal
mereka dengan melibatkan praktik-praktik ibadah, pembacaan kitab suci, dan
kepustkaan tentang keshalehan. Para sufi ini kadang-kadang terlibat konflik
dengan otoritas-otoritas dalam komunitas islam dan memberikan alternatif
terhadap orientasi yang lebih bersifat legalistik, yang disampaikan oleh
kebanyakan ulama. Namun, para sufi secara bertahap menjadi figur-figur penting
dalam kehidupan keagamaan dikalangan penduduk awam dan mulai mengumpulkan
kelompok-kelompok pengikut diidentifikasi dan diikat bersama oleh jalan taswuf
khusus (tarekat) sang guru. Mejelang abad ke-12 M (ke-5 H), jalan-jalan ini mulai
menyediakan basis bagi kepengikutan yang lebih permanen, dan tarekat-tarekat
sufi pun muncul sebagai organisasi sosial utama dalam komunitas islam.
Pada awal
kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan (Iran) dan
Mesopotamia (Irak). Pada priode ini mulai timbul beberapa, diantaranya tarekat
Yasafiah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasafi (w. 562 H/1169 M), tarekat
Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd al-Khaliq al-Ghzudawani (w. 617 H/1220
M), tarekat Naksabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin an-Naksabandi
al-Awisi al-Bukhari (w. 1389 M) di Turkistan, tarekat Khalwatiyah yang
didirikan oleh Umar al-Khalwati (w. 1397 M). Karena banyaknya cabang-cabang
tarekat yang timbul dari tiap-tiap tarekat induk, sangat sulit untuk menelusuri
sejarah perkembangan tarekat itu se cara sistematis dan konsepsional. Akan
tetapi yang jelas sesuai dengan penjelasan Harun Nasution, cabang-cabang itu
muncul sebagai akibat tersebarnya alumni suatu tarekat yang mendapat ijazah
tarekat dari gurunya untuk membuka perguruan baru sebagai perluasan dari ilmu
yang diperolehnya. Alumni tadi meninggalkan ribat gurunya dan
membuka ribat baru didaerah lain. Dengan cara ini, dari
satu ribat induk kemudian timbul ribat cabang
tumbuh ribat ranting dan seterusnya, samapi tarekat itu berkembang
keberbagai dunia islam.
Namun, ribat-ribat tersebut tetap mempunyai ikatan
kerohanian, ketaatan, dan amalan-amalan yang sama dengan syekhnya yang pertama.
Dalam seluruh tarekat terdapat kegiatan ritual sentral yang melibatkan
pertemuan-pertemuan kelompok secara teratur untuk melakukan pembacaan do’a,
syair dan ayat-ayat pilihan dari Al-Qur’an.
4. Aliran-aliran Tarekat Dalam Islam
Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah didirikan oleh Abd Al-Qadir Jailani
[470/1077-561/1166] atau quthb al-awiya. Ciri khas dari Tarekat
Qadiriyah ini adalah sifatnya yang luwes,tidak sempit sehingga tuan syekh atau
Syekh Mursyid yang baru dapat menentukan langkahnya menuju kehadirat Allah SWT
guna mendapat keridlaan-Nya. Keluwesan dan kemandirian inilah, yang menyebabkan
tarekat ini cepat berkembang di sebagian besar dunia Islam. Terutama di Turki,
Yaman, Mesir, India, Suria, Afrika dan termasuk ke Indonesia.
2. Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah didirikan oleh Abu Al-Hasan Asy-Syadzili
[593/1196-656/1258]. Syadziliyah menyebar luas di sebagian besar Dunia Muslim.
Ia diwakili di Afrika Utara teerutama oleh cabang-cabang Fasiyah dan Darqawiyah
serta berkembang pesat di Mesir, tempat 14 cabangnya dikenal secara resmi pada
tahun 1985.
Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad Bahauddin
An-Naqsabandi Al-Awisi Al-Bukhari [w. 1389M] di Turkistan. Tarekat ini
mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai
wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah,
kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Cirri menonjol Tarekat
Naksabandiyah adalah : Pertama, mengikuti syariat secara ketat, keseriusan
dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih
menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi
kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekati Negara pada agama.
Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah
Tarekat Yasafiyah didirikan oleh Ahmad Al-Yasafi
[w. 562H/1169M] dan disusul tarekat Khawajagawiyah yang disponsori
oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani [w. 617 H/1220 M]. kedua tarekat ini menganut
paham tasawuf Abu Yazid Al-Bustami [w. 425 H/1034 M] dan dilanjutkan oleh
Abu Al-Farmadhi [w. 477 H/1084 M].
Tarekat Yasafiyah
berkembang ke berbagai daerah, antara lain ke Turki.
Tarekat Khalwatiyah
Tarekat ini didirikan oleh Umar Al-Khalatawi [w. 1397 M] dan
merupakan salah satu tarekat yang berkembang di berbagai negeri, seperti Turki,
Syiria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di Mesir,
tarekat Khalwatiyah didirikan oleh Ibrahim Gulsheini [w. 940 H/1534
M] yang kemudian terbagi kepada beberapa cabang, antara lain
tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim
As-Samani [1718-1775].
Tarekat Syatariyah
Tarekat ini didirikan oleh Abdullah bin Syattar [w. 1485]
dari India. Tarekat ini tidak mementingkan shalat lima waktu, tetapi
mementingkan shalat permanen [shalat dhaim]. Adapun dasar tarekat ini adalah
martabat tujuh yang sebenarnya tidak begitu erat hubungannya dengan praktik
ritualnya.
Tarekat Rifa’iyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali ar-Rifa’I
[1106-1182]. Tarekat sufi Sunni ini memainkan peranan penting dalam pelembagaan
sufisme. Dari segala praktik kaum Rifa’iyah, dzikir mereka yang khas patut
dicatat.
Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
Tarekat ini merupakan gabungan dari dua ajaran tarekat,
yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Tarekat ini didirikan
oleh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan
abad ke-19. Tarekat ini merupakan yang paling berpengaruh dan tersebar secara
melua di Jawa saat ini.
Tarekat Sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin ‘Abd Al-Karim
Al-Madani Asy-Syafi’I As- Samman [1130-1189/1718-1775]. Hal menarik dari
tarekat ini yang menjadi ciri khasnya adalah corakwahdat al-wujud yang
dianut dan syathahat yang terucap olehnya tidak bertentangan dengan
syariat.
Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad
At-Tijani [1150-1230 H/1737-1815 M]. Bentuk amalan tarekat Tijaniyah terdiri
dari dua jenis,yaitu wirid wajibah dan wirid ikhtiyariyah.
Tarekat Chistiyah
Chistiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di Asia
Selatan. Tarekat ini meyebar ke seluruh kawasan yang kini merupakan wilayah
India, Pakista dan Banglades. Namun, tarekat ini hanya terkenal di India.
Pendiri tarekat ini di India adalah Khwajah Mu’in Ad-Din Hasan, yang lebih
populer dengan panggilan Mu’in Ad-Din Chisti.
Tarekat Mawlawiyah
Nama Mawlawiyah berasal dari kata “mawlana” [guru
kami], yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada Muhammad Jalal Ad-Din
Ar-Rumi [w. 1273]. Oleh karena itu, Rumi adalah pendiri tarekat ini, yang
didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi. Salah
satu mursyid sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari
tarekat ini adalah Syekh Al-Kabir Helminski yang bermarkas di California,
Amerika Serikat.
Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Ni’matullahi adalah suatu mazhab sufi Persia yang
segera setelah berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke-8-14 mengalihkan
loyalitasnya kepada Syi’I Islam. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ni’matullahi
Wal. Tarekat ini secara khusus menekankan pengabdian dalam pondok sufi itu
sendiri.
Tarekat Sanusiyah
Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Ali
As-Sanusi. Dalam tarekat ini, dzikir bisa dilakukan bersama-sama atau
sendirian. Tujuan dzikir itu lebih dimaksudkan untuk “melihat Nabi” ketimbang
“melihat Tuhan”, sehingga tidak dikenal “keadaan ekstatis”’ sebagaimana yang
ada pada tarekat lain.
Di samping tarekat-tarekat diatas, ada pula tarekat lokal
yang didirikan di Indonesia diantaranya
Tarekat Akmaliyah [Hakmiyah]
Didirikan oleh Kyai Nurhakim. Ia dikenal sebagai dukun dan
tukang jimat.
Tarekat Shiddiqiyah
Didirikan oleh Kyai Mukhtar Mukti di Losari Plodo [Jombang]
pada tahun 1958. Ia dikenal sebagai dukun yang sakti sehingga banyak
pengikutnya dari kalangan penderita penyakit kronis dan bekas pecandu minuman.
Tarekat Wahidiyah
Didirikan oleh Kyai Majid Ma’ruf dari Kedunglo[Kediri] pada
tahun 1963.
Tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya sesuai dengan doktrin
Islam [Al-Qur’an dan AsSunnah] dikelompokkan ke dalam tarekat
yang muktabarah. Sebaliknya, tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya
bertentangan dengan doktrin Islam dikelompokkan ke dalam tarekat ghair
muktabarah. Menurut Syekh Jalaluddin sebagaimana dikutip ole Aboe Bakar
Atjeh, ada 41 jenis tarekat yang masuk ke dalam tarekat muktabarah,
diantaranya Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syadziliyah, Rifa’iyah, Qubrawiyah,
Suhrawardiyah, Khalwatiyah, Alawiyah, Syatariyah, Aidrusiyah, Sammaniyah, dan
Sanusiyah. Di luar yang 41 macam tersebut dipandang sebagai tarekat ghair
muktabarah yang tidak diakui kebenarannya seperti tarekat Akmaliyah,
Siddiqiyah, danWahidiyah.
Walaupun bermacam-macam, ternyatatarekat-tarekat yang
beragam itu memiliki kesamaan tertentu. Dalam kaitan ini, Nicholson
mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa sistem hidup bersih dan bersahaja
[zuhd] adalah dasar semua tarekat yang berbeda-beda itu. Semua pengikut dididik
dalam disipin itu, dan pada umumnya tarekat-tarekat tersebut walupun beragam
namanya dan metodenya ada cirri yang menyamakannya.
Dari sisem dan metode tersebut, Nicholson menyimpulkan bahwa
tarekat-tarekat sufi merupakan bentuk kelembagaan yang terorganisasi untuk
membina suatu pendidikan moral dan solidaritas social. Sasaran akhir dari
pembinaan pribadi dalam pola hidup bertasawuf adalah hidup bersih, bersahaja,
tekun beribadah kepada Allah, membimbing masyarakat ke arah yang diridai Allah,
dengan jalan pengamalan syariat dan penghayatan haqiqah dalam sistem/metode
thariqah untuk mencapai makrifat. Apa yang dimaksud dengan makrifat dalam tema
mereka adalah penghayatan puncak pengenalan keesaan Allah dalam wujud semesta
dan wujud dirinya sendiri. Pada titik pengenalan ini akan terpadu makna
tawakkal dalam tauhid, yang melahirkan sikap pasrah total kepada Allah, dan
melepaskan dirinya dari ketergantungan mutlak kepada sesuatu selain Allah.
BAB III
KESIMPULAN
Tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat)
menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh
secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat
mungkin kepada Allah SWT.
Tarekat-tarekat dalam Islam :
Tarekat Qadiriyah
Tarekat Syadziliyah
Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah
Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Syatariyah
Tarekat Rifa’iyah
Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
Tarekat Sammaniyah
Tarekat Tijaniyah
Tarekat Chistiyah
Tarekat Mawlawiyah
Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Sanusiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar