Entri Populer

Minggu, 06 September 2015

HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM

HAKIKAT AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH


HAKIKAT AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Mengenal dan membicarakan tentang Ahlussunnah wal Jamaah, maka tidak bisa lepas dan selalu ada kaitannya dengan hadits Nabi e yang menerangkan bahwa umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفَرَّقَتْ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً. (رواه أبو داود)
Ketika beliau ditanya para shahabat, siapakah mereka yang akan selamat dan masuk surga, Rasulullah e menjawabnya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ…. وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي. (رواه الترمذي)
“Mereka adalah orang-orang yang mengikuti ajaranku dan prilaku para shahabatku (semasa hidupku)”
Fakta sejarah kemudian membenarkan hadits shohih di atas yang di riwayatkan oleh Imam Tirmidzi yang hadits tersebut agaknya kurang menarik dan alergi bagi sebagian orang, termasuk kalangan tokoh muda NU. Seperti selalu di ulang-ulang oleh para sejarawan, bahwa pada paruh abad pertama hijriyah telah terjadi perkembangan yang sangat signifikan dalam sejarah umat Islam.
Pertama, kenyataan bahwa di kalangan umat terjadi konflik internal yang boleh jadi tidak pernah diinginkan oleh mereka sendiri, di mana satu kelompok bukan saja telah mengutuk kelompok yang lain, tapi telah saling membunuh. Perkembangan yang tragis ini yang terjadi dua kali, di kenal dengan sebutan al-fitnatul kubro “cobaan besar”.
Kedua, adalah masuknya bangsa Persi dan  sekitarnya ke dalam Islam berikut pemikiran dan keyakinan-keyakinan lamanya yang sudah terbentuk kuat dalam benak masing-masing.
Menurut mayoritas ulama, sejak generasi salafussholih, Ahlussunnah wal Jamaah adalah para pengikut thariqoh atau manhaj (methode keyakinan dan amaliyah) yang ditempuh oleh nabi Muhammad e, para shahabat dan selalu berada dalam kelompok mayoritas dari umat terdahulu (salafussholih).
Perlu diketahui, bahwa dalam perjalanan sejarah Islam, tidak semua aliran yang ada dalam Islam mengklaim dirinya atau diakui sebagai pengikut Ahlussunnah wal Jamaah. Dalam perjalanan sejarah, hanya dua aliran yang mengklaim dirinya sebagai pengikut dan mewakili madzhab Ahlussunnah Wal Jamaah, yaitu aliran yang mengikuti madzhab al-Asya’ri dan al-Maturidi dan aliran yang mengikuti paradigma Ibnu Taimiyah al-Harrani. Kedua aliran inilah yang mengklaim dirinya masih mengikuti dan mewakili Ahlussunnah Wal Jamaah,  sementara kelompok yang lain divonis sebagai kelompok ahli bidah. Meskipun demikian, dalam sejarah konflik pemikiran dan ideologis yang terjadi antara aliran yang mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi di satu pihak, dan aliran yang mengikuti paradigma pemikiran Ibnu Taimiyah al Harrani di pihak lainnya, selalu dimenangkan oleh aliran yang pertama, yaitu aliran yang mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi.
Dari sini berkembang sebuah pertanyaan, adakah dalil-dalil dalam al-Qur’an dan sunnah yang mengisyaratkan bahwa Madzhab al-asy’ari Dan al-Maturidi, atau madzhab Ibnu Taimiyah, yang layak mewakili aliran Ahlussunnah Wal Jamaah atau al-Firqoh an-Najiyah?

Ahlussunnah wal Jamaah dan Madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi
Menurut mayoritas ulama, madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi adalah golongan yang memerankan Ahlussunnah Wal jamaah. Dalam konteks ini al-Imam al-Hafidh al-Zabidi mengatakan:
إِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ السُنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِمْ الأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيّةُ.
“Apabila Ahlussunnah wal jamaah disebutkan, maka yang dimaksudkan adalah pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi.” [1]
Pernyataan al-Zabidi tersebut dan pernyataan serupa dari mayoritas ulama mengilustrasikan bahwa dalam pandangan umum para ulama, istilah Ahlussunnah wal jamaah menjadi nama bagi madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Hal tersebut bukan berarti menafikan sebuah realita, tentang adanya kelompok lain, meskipun minoritas, yang juga mengklaim termasuk golongan Ahlussunnah wal jamaah, yaitu kelompok yang mengikuti paradigma pemikiran Syaikh Ibnu Taimiyah.

Dalil Madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi
Kajian berikut ini akan mencoba  memaparkan dalil-dalil yang bersifat umum dari al-Qur’an dan sunnah yang membuktikan bahwa madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi layak mewakili golongan Ahlussunnah wal jamaah.

·         Ø Dalil Pertama, Mengikuti Mainstream al-Jamaah
Sebagian hadits-hadits tentang perpecahan umat menjelaskan bahwa golongan yang selamat ketika umat Islam terpecah belah menjadi beragam golongan adalah golongan al-Jamaah. Hal ini sesuai dengan hadits berikut:
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا فَقَالَ أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ. (رواه أبو داود).
“Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan RA bahwa Rasulullah e bersabda: “Sesungguhnya kaum sebelum kalian dari pengikut Ahli Kitab terpecah menjadi 72 golongan, dan umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 golongan akan masuk neraka, dan satu golongan yang akan masuk surga, yaitu golongan al-Jama’ah.”
Hadits di atas memberikan penjelasan bahwa golongan yang selamat ketika kaum muslimin terpecah menjadi 73 golongan adalah golongan al-Jamaah. Dalam menafsiri al-Jamaah para ulama berbeda pendapat. Namun perbedaan mereka, bukan perbedaan  yang bersifat kontradiktif, di mana pendapat yang satu manafikan pendapat yang lain. Akan tetapi, perbedaan tersebut merupakan perbedaan keragaman, di mana pendapat yang satu dengan  yang lain saling melengkapi. Perbedaan pendapat kami paparkan di bawah ini:

1.       1.    Disebut aliran al-Jama’ah.
Kata al-Jamaah diartikan sebagai golongan mayoritas muslimin. Pengertian demikian sesuai dengan realita bahwa semua kaum muslimin menamakan pengikut al-Asy’ari dan al-Maturidi sebagai Ahlussunnah wal jamaah.
ومنها ما جاء في رواية أخرى أنه سئل عن الفرقة الناجية فقال الجماعة وهذه صفة مختصة بنا لأن جميع الخاص والعام من أهل الفرق المختلفة يسمونهم أهل السنة والجماعة وكيف يتناول هذا الاسم الخوارج وهم لا يرون الجماعة والروافض وهم لا يرون الجماعة والمعتزلة وهم لا يرون صحة  الإجماع وكيف تليق بهم هذه الصفة التي ذكرها الرسول صلى الله عليه وسلم. (التبصير في الدين للإمام أبو المظفر الإسفراييني)
“Diantara ciri khas ahlussunnah wal jamaah sebagaimana diterangkan dalam riwayat lain, bahwa Nabi e pernah ditanya tentang kelompok yang selamat, beliau menjawab: “Kelompok yang selamat yaitu al-Jama’ah”. Ini adalah identitas khusus pada kami (Madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi), karena semua orang  yang alim dan awam dari berbagai golongan menamakan mereka dengan nama Ahlussunnah wal jamaah. Nama al-Jama’ah tersebut tidak mencakup Khawarij, karena mereka tidak berpandangan perlunyamenjaga kebersamaan. Tidak juga mencakup Syi’ah Rafidlah, karena mereka tidak berpandangan perlunya menjaga kebersamaan, dan tidak pula mencakup golongan Mu’tazilah, karena mereka tidak mengakui kebenaran ijma’ sebagai dalil. Sifat kolektifitas yang disebutkan oleh Rasul e ini tidak layak bagi mereka.”
Pengakuan bahwa Madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi termasuk Ahlussunnah wal jamaah juga diakui oleh mayoritas ulama madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.

1.       2.    Mengikuti Ijma’ Ulama.
Rasulullah e bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلاَلَةٍ وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ. (رواه الترمذي)
“Dari Ibnu Umar, Rasulullah e bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku dalam kesesatan. Pertolongan Allah selalu bersama jama’ah. Dan barangsiapa yang mengucilkan diri dari jama’ah, maka ia mengucilkan dirinya ke neraka.” (HR. at-Tirmidzi)
Sikap seperti ini sesuai realita bahwa dalam menetapkan hukum Islam baik Maturidiyah maupun Asy’ariyah menggunakan dalil al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Sedangkan aliran selainnya banyak yang menolak sebagian dari dalil-dalil tersebut.  Diantaranya adalah Muhammad Abduh.
Pemikir dari Mesir itu dalam beberapa pendapatnya banyak yang keluar dari mainstream al-Qur’an. Dia pernah menghalalkan mengambil bunga dalam transaksi ribawi dengan prosentase tertentu, membolehkan makan daging hewan yang disembelih oleh orang Kristen dengan cara apapun dalam penyembelihannya dan membolehkan membuat patung dan memeliharanya dan tidak percaya dengan adanya jin. Dalam menafsirkan teks-teks al-Qur’an dan sunnah, dia juga seringkali tidak mengikuti metodologi tafsir yang disepakati oleh ulama salaf dan khalaf seperti mengatakan bahwa “Thoiron Ababil” itu adalah penyakit cacar bukan burung-burung.

1.       3.    Memelihara Kebersamaan dan Kolektifitas.
Firman Allah SWT:
إِنَّ الذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِيْ شَيْءٍ إنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْعَلُوْن (الأنعام: 159)
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamaNya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS. Al-An’am: 159)
Ayat diatas memberikan pengertian bahwa orang-orang yang membuat perpecahan dalam agama dan menciptakan golongan-golongan sendiri maka mereka telah meninggalkan jalan yang benar.
Terkait dengan pengertian ayat tersebut, kenyataan yang ada bahwa Ahlussunnah selalu menjaga kebersamaan dan kolektifitas. Perbedaan yang ada tidak sampai menimbulkan perpecahan yang menyebabkan mereka menjadi beberapa golongan, apalagi sampai mengkafirkan, membid’ahkan dan memfasiqkan. Hal inilah yang membedakan Ahlussunnah wal jamaah dengan aliran-aliran sempalan lainnya.
Dalam hal ini al-Imam Abdul Qahir al-Baghdadi dalam kitab al-Farq bain al-Firoq mengatakan;
الفصل الخامس: في بيان عصمة الله أهل السنة عن تكفير بعضهم بعضا. أهل السنة لا يكفّر بعضهم بعضا، وليس بينهم خلاف يوجب التبري والتكفير، فهم إذن أهل الجماعة القائمون بالحق، والله تعالى يحفظ الحق وأهله، فلا يقعون في تنابذ وتناقض، وليس فريق من فرق المخالفين إلا وفيهم تكفير بعضهم لبعض، وتبري بعضهم من بعض كالخوارج والروافض والقدرية حتى اجتمع سبعة منهم في مجلس واحد فافترقوا عن تكفير بعضهم بعضا وكانوا بمنزلة اليهود والنصارى حين كفّر بعضهم بعضا حتى قالت اليهود ليست النصارى على شيء وقالت النصارى ليست اليهود على شيء.
“Bab Lima, menerangkan tentang penjagaan Allah terhadap Ahlussunnah wal jamaah dan dari saling mengkafirkan antara sesama mereka. Ahlussunnah wal jamaah tidak saling mengkafirkan antara sesama mereka. Di antara mereka tidak ada perselisihan pendapat yang membawa pada pemutusan hubungan dan pengkafiran. Oleh karena itu, mereka memang golongan al-Jama’ah (selalu menjaga kebersamaan dan keharomonisan) yang melaksanakan kebenaran. Allah selalu menjaga kebenaran dan pengikutnya, sehingga mereka tidak terjerumus dalam ketidakharmonisan dan pertentangan. Dan tidak ada satu golongan diantara golongan-golongan sempalan, kecuali diantara mereka terjadi sikap saling mengkafirkan dan memutus hubungan, seperti aliran Khawarij, Syi’ah dan Qodariyah (Mu’tazilah), sehingga pernah suatu ketika tujuh orang dari mereka berkumpul dalam satu majlis, lalu mereka berbeda pendapat dan mereka berpisah dengan saling mengkafirkan antara yang satu dengan yang lain. Mereka tidak ubahnya orang Yahudi dan Nasrani pada saat saling mengkafirkan. Orang-orang Yahudi berkata: ‘Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan’, dan orang Nasrani berkata: ‘Orang-orang Yahudi tidak mempunyai satu pegangan’.
Sikap saling mengkafirkan dan membid’ahkan dalam satu aliran telah menjadi trend di kalangan intern ulama Wahhabi. Dahulu orang Wahhabi membid’ahkan, mengkufurkan dan mengatakan syirik terhadap kaum Muslimin diluar golongan mereka. Namun, kini mereka menyebarkan bid’ah dan kafir terhadap ulama sesama Wahhabi. Misalnya, Abdul Muhsin al-Abbad dari Madinah menganggap al-Albani berfaham Murji’ah. Al-Albani juga menvonis tokoh Wahhabi di Saudi Arabia yang mengkritiknya sebagai musuh tauhid dan Sunnah.
Realita perpecahan tersebut menjadi bukti bahwa Wahhabi memang bukan pengikut Ahlussunnah wal jamaah.

1.       4.    Golongan Mayoritas (al-Sawad al-A’dzom).
Artinya, bahwa Ahlussunnah wal jamaah adalah faham yang diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin, sebagaimana yang ditegaskan oleh Syekh Abdullah al-Harari dalam kitab Idzhar al-Aqidah al-Sunniyah bi Syarh al-Aqidah al-Thohawiyah:
ليعلم أن أهل السنة هم جمهور الأمة المحمدية وهم الصحابة ومن تبعهم في المعتقد أي في أصول الاعتقاد……… والجماعة هم السواد الأعظم.
“Hendaklah diketahui bahwa Ahlussunnah adalah mayoritas umat Muhammad e, mereka adalah para shahabat dan golongan yang mengikuti mereka dalam prinsip-prinsip aqidah……sedangkan al-Jama’ah adalah mayoritas terbesar (al-sawad al-a’dzom) kaum muslimin.”
Pengertian bahwa al-Jamaah adalah al-sawad al-a’dzom seiring dengan hadits Nabi e:
عن أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ فَإِذَا رَأَيْتُمْ اخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ. (رواه ابن ماجه)
“Dari Anas bin Malik berkata: “Aku mendengar Rasulullah e bersabda: Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.”
Hadits di atas memberikan pengertian bahwa orang yang selamat hanyalah orang yang selalu mengikuti ajaran dan mainstream mayoritas kaum muslimin dalam beraqidah dan amal shaleh. Disamping itu, hadits tersebut juga menunjukkan arti keharusan mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi, karena dalam realita yang ada ajarannya diikuti oleh mayoritas kaum muslimin di dunia, dari dulu hingga kini. Dan keluar dari madzhab ini berarti keluar dari mainstream mayoritas kaum muslimin.
Berarti Hadits ini sangat tidak tepat jika diterapkan terhadap aliran-aliran sempalan, seperti Syiah Imamiyah, Syiah Alawiyah di Syiria, Wahhabi, MTA, Inkar Sunnah, LDII, Darul Arqom, dan aliran sesat lainnya, apalagi Ahmadiyah dan Islam Liberal yang sudah masuk dalam kategori Kufur pemikiran-pemikirannya.

·         Ø Dalil Kedua, Mengikuti Ajaran Nabi e dan Shahabat.
Sabda Nabi e:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي. (سنن الترمذي).
“Dari Abdillah bin Amr ra. berkata: Rasulullah e bersabda: Sesungguh nya umat Bani Israil terpecah belah menjadi 72 golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan yang akan selamat. Para shahabat bertanya, siapa satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: ‘golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran Shahabatku.’ (HR. At-Tirmidzi)
Hadits di atas memberikan penjelasan, bahwa kelompok yang selamat hanyalah kelompok yang konsisten dan mengikuti ajaran Nabi e dan ajaran Shahabatnya. Paradigma tersebut sesuai dengan madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi yang dalam segala hal selalu berupaya mengikuti ajaran Nabi e dan ajaran shahabatnya.

·         Ø Dalil ketiga, Pengayom dan Rujukan Umat dalam Urusan Agama.
Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari dalam Risalah Ahlussunnah wal Jamaah menulis;
قال الشهاب الخفاجي رحمه الله تعالى في نسيم الرياض: والفرقة الناجية هم أهل السنة والجماعة، وفي حاشية الشنواني على مختصر ابن أبي جمرة: هم أبو الحسن الأشعري وجماعته أهل السنة وأئمة العلماء لأن الله تعالى جعلهم حجة على خلقه وإليهم تفزع العامة في دينهم وهم المعنيون بقوله e: «إن الله لا يجمع أمتي على ضلالة».
“As-Syihab al-Khofaji berkata dalam kitab ‘Nasim al-Riyadh’, golongan yang selamat adalah Ahlussunnah wal jamaah. Dan dalam catatan pinggir as-Syanwani atas Muhtashor Ibnu Abi Jamroh terdapat keterangan, “mereka adalah Abul Hasan al-Asy’ari dan pengikutnya yang merupakan Ahlussunnah dan pemimpin para ulama, karena Allah swt. menjadikan mereka hujjah atas mahlukNya dan hanya mereka yang menjadi rujukan kaum Muslimin dalam urusan agama, mereka yang dimaksud dengan sabda Nabi e; sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku atas kesesatan.”
Penjelasan Hadratussyaikh tersebut seiring dengan hadits shohih berikut ini:
عن إبراهيم العذري t قال: قال رسول الله e: «يحمل هذا العلمَ من كل خلَف عدولُه ينفون عنه تحريف الغالين وانتحال المبطلين وتأويل الجاهلين». (رواه البيهقي).
“Dari Ibrahim al-Udzri ra. dia berkata, Rasulullah bersabda: ‘Ilmu agama ini akan dibawa oleh orang-orang yang adil dalam setiap generasi. Mereka akan membersihkan ilmu agama dari distorsi kelompok yang ekstrim, kebohongan mereka yang bermaksud jahat dan penafsiran mereka yang bodoh.”(HR. Al-Baihaqi)
Hadits ini memberikan penjelasan bahwa ajaran agama Islam akan selalu disampaikan dari generasi ke generasi oleh para ulama yang dapat dipercaya, yang selalu membersihkan ajaran agama dari pemalsuan dan kebohongan.
Berkaitan dengan substansi hadits tersebut apabila kita mengkaji sejarah peradaban Islam, maka akan dijumpai bahwa para pakar yang menjadi rujukan kaum muslimin dalam berbagai disiplin ilmu agama hingga kini adalah para ulama yang mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar