HAKIKAT
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
HAKIKAT AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Mengenal dan membicarakan tentang Ahlussunnah wal Jamaah, maka tidak bisa
lepas dan selalu ada kaitannya dengan hadits Nabi e yang menerangkan bahwa umat
ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفَرَّقَتْ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً. (رواه أبو داود)
Ketika beliau ditanya para shahabat, siapakah mereka yang akan selamat dan
masuk surga, Rasulullah e menjawabnya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ….
وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ
إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: مَا
أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي. (رواه الترمذي)
“Mereka adalah orang-orang yang mengikuti
ajaranku dan prilaku para shahabatku (semasa hidupku)”
Fakta sejarah kemudian membenarkan hadits shohih di atas yang di riwayatkan
oleh Imam Tirmidzi yang hadits tersebut agaknya kurang menarik dan alergi bagi
sebagian orang, termasuk kalangan tokoh muda NU. Seperti selalu di ulang-ulang
oleh para sejarawan, bahwa pada paruh abad pertama hijriyah telah terjadi
perkembangan yang sangat signifikan dalam sejarah umat Islam.
Pertama, kenyataan bahwa di kalangan umat terjadi
konflik internal yang boleh jadi tidak pernah diinginkan oleh mereka sendiri,
di mana satu kelompok bukan saja telah mengutuk kelompok yang lain, tapi telah
saling membunuh. Perkembangan yang tragis ini yang terjadi dua kali, di kenal
dengan sebutan al-fitnatul
kubro “cobaan
besar”.
Kedua, adalah masuknya bangsa Persi dan sekitarnya
ke dalam Islam berikut pemikiran dan keyakinan-keyakinan lamanya yang sudah
terbentuk kuat dalam benak masing-masing.
Menurut mayoritas ulama, sejak generasi salafussholih, Ahlussunnah wal
Jamaah adalah para pengikut thariqoh atau manhaj (methode keyakinan dan
amaliyah) yang ditempuh oleh nabi Muhammad e, para shahabat dan selalu berada
dalam kelompok mayoritas dari umat terdahulu (salafussholih).
Perlu diketahui, bahwa dalam perjalanan sejarah Islam, tidak semua aliran
yang ada dalam Islam mengklaim dirinya atau diakui sebagai pengikut Ahlussunnah
wal Jamaah. Dalam perjalanan sejarah, hanya dua aliran yang mengklaim dirinya
sebagai pengikut dan mewakili madzhab Ahlussunnah Wal Jamaah, yaitu aliran yang
mengikuti madzhab al-Asya’ri dan al-Maturidi dan aliran yang mengikuti
paradigma Ibnu Taimiyah al-Harrani. Kedua aliran inilah yang mengklaim dirinya
masih mengikuti dan mewakili Ahlussunnah Wal Jamaah, sementara kelompok
yang lain divonis sebagai kelompok ahli bidah. Meskipun demikian, dalam sejarah
konflik pemikiran dan ideologis yang terjadi antara aliran yang mengikuti
madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi di satu pihak, dan aliran yang mengikuti
paradigma pemikiran Ibnu Taimiyah al Harrani di pihak lainnya, selalu
dimenangkan oleh aliran yang pertama, yaitu aliran yang mengikuti madzhab
al-Asy’ari dan al-Maturidi.
Dari sini berkembang sebuah pertanyaan,
adakah dalil-dalil dalam al-Qur’an dan sunnah yang mengisyaratkan bahwa Madzhab
al-asy’ari Dan al-Maturidi, atau madzhab Ibnu Taimiyah, yang layak mewakili
aliran Ahlussunnah Wal Jamaah atau al-Firqoh an-Najiyah?
Ahlussunnah wal Jamaah dan Madzhab
al-Asy’ari dan al-Maturidi
Menurut mayoritas ulama, madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi adalah golongan
yang memerankan Ahlussunnah Wal jamaah. Dalam konteks ini al-Imam al-Hafidh
al-Zabidi mengatakan:
إِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ السُنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِمْ الأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيّةُ.
“Apabila Ahlussunnah wal jamaah
disebutkan, maka yang dimaksudkan adalah pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi.” [1]
Pernyataan al-Zabidi tersebut dan pernyataan serupa dari mayoritas ulama
mengilustrasikan bahwa dalam pandangan umum para ulama, istilah Ahlussunnah wal
jamaah menjadi nama bagi madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Hal tersebut bukan
berarti menafikan sebuah realita, tentang adanya kelompok lain, meskipun
minoritas, yang juga mengklaim termasuk golongan Ahlussunnah wal jamaah, yaitu
kelompok yang mengikuti paradigma pemikiran Syaikh Ibnu Taimiyah.
Dalil Madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi
Kajian berikut ini akan mencoba memaparkan dalil-dalil yang bersifat
umum dari al-Qur’an dan sunnah yang membuktikan bahwa madzhab al-Asy’ari dan
al-Maturidi layak mewakili golongan Ahlussunnah wal jamaah.
·
Ø Dalil Pertama, Mengikuti Mainstream
al-Jamaah
Sebagian hadits-hadits tentang perpecahan umat menjelaskan bahwa golongan
yang selamat ketika umat Islam terpecah belah menjadi beragam golongan adalah
golongan al-Jamaah. Hal ini sesuai dengan hadits berikut:
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا فَقَالَ أَلاَ إِنَّ مَنْ
قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ
مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ
ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ
الْجَمَاعَةُ. (رواه أبو داود).
“Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan RA bahwa
Rasulullah e bersabda:
“Sesungguhnya kaum sebelum kalian dari pengikut Ahli Kitab terpecah menjadi 72
golongan, dan umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 golongan akan
masuk neraka, dan satu golongan yang akan masuk surga, yaitu golongan
al-Jama’ah.”
Hadits di atas memberikan penjelasan bahwa golongan yang selamat ketika
kaum muslimin terpecah menjadi 73 golongan adalah golongan al-Jamaah. Dalam
menafsiri al-Jamaah para ulama berbeda pendapat. Namun perbedaan mereka, bukan
perbedaan yang bersifat kontradiktif, di mana pendapat yang satu
manafikan pendapat yang lain. Akan tetapi, perbedaan tersebut merupakan
perbedaan keragaman, di mana pendapat yang satu dengan yang lain saling
melengkapi. Perbedaan pendapat kami paparkan di bawah ini:
1. 1. Disebut
aliran al-Jama’ah.
Kata al-Jamaah diartikan sebagai golongan mayoritas muslimin. Pengertian
demikian sesuai dengan realita bahwa semua kaum muslimin menamakan pengikut
al-Asy’ari dan al-Maturidi sebagai Ahlussunnah wal jamaah.
ومنها ما جاء في رواية أخرى أنه سئل عن الفرقة الناجية
فقال الجماعة وهذه صفة مختصة بنا لأن جميع الخاص والعام من أهل الفرق المختلفة
يسمونهم أهل السنة والجماعة وكيف يتناول هذا الاسم الخوارج وهم لا يرون الجماعة
والروافض وهم لا يرون الجماعة والمعتزلة وهم لا يرون صحة الإجماع وكيف تليق
بهم هذه الصفة التي ذكرها الرسول صلى الله عليه وسلم. (التبصير في الدين للإمام
أبو المظفر الإسفراييني)
“Diantara ciri khas ahlussunnah wal jamaah
sebagaimana diterangkan dalam riwayat lain, bahwa Nabi e pernah ditanya
tentang kelompok yang selamat, beliau menjawab: “Kelompok yang selamat yaitu
al-Jama’ah”. Ini adalah identitas khusus pada kami (Madzhab al-Asy’ari dan
al-Maturidi), karena semua orang yang alim dan awam dari berbagai
golongan menamakan mereka dengan nama Ahlussunnah wal jamaah. Nama al-Jama’ah
tersebut tidak mencakup Khawarij, karena mereka tidak berpandangan
perlunyamenjaga kebersamaan. Tidak juga mencakup Syi’ah Rafidlah, karena mereka
tidak berpandangan perlunya menjaga kebersamaan, dan tidak pula mencakup
golongan Mu’tazilah, karena mereka tidak mengakui kebenaran ijma’ sebagai
dalil. Sifat kolektifitas yang disebutkan oleh Rasul e ini
tidak layak bagi mereka.”
Pengakuan bahwa Madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi termasuk Ahlussunnah wal
jamaah juga diakui oleh mayoritas ulama madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali.
1. 2. Mengikuti
Ijma’ Ulama.
Rasulullah e bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلاَلَةٍ
وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ. (رواه
الترمذي)
“Dari Ibnu Umar, Rasulullah e bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku dalam kesesatan. Pertolongan
Allah selalu bersama jama’ah. Dan barangsiapa yang mengucilkan diri dari
jama’ah, maka ia mengucilkan dirinya ke neraka.” (HR.
at-Tirmidzi)
Sikap seperti ini sesuai realita bahwa dalam menetapkan hukum Islam baik
Maturidiyah maupun Asy’ariyah menggunakan dalil al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
Sedangkan aliran selainnya banyak yang menolak sebagian dari dalil-dalil
tersebut. Diantaranya adalah Muhammad Abduh.
Pemikir dari Mesir itu dalam beberapa pendapatnya banyak yang keluar dari
mainstream al-Qur’an. Dia pernah menghalalkan mengambil bunga dalam transaksi
ribawi dengan prosentase tertentu, membolehkan makan daging hewan yang
disembelih oleh orang Kristen dengan cara apapun dalam penyembelihannya dan
membolehkan membuat patung dan memeliharanya dan tidak percaya dengan adanya
jin. Dalam menafsirkan teks-teks al-Qur’an dan sunnah, dia juga seringkali
tidak mengikuti metodologi tafsir yang disepakati oleh ulama salaf dan khalaf
seperti mengatakan bahwa “Thoiron Ababil” itu adalah penyakit cacar bukan
burung-burung.
1. 3. Memelihara
Kebersamaan dan Kolektifitas.
Firman Allah SWT:
إِنَّ الذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا
شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِيْ شَيْءٍ إنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ
يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْعَلُوْن (الأنعام: 159)
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah
belah agamaNya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung
jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada
Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka
perbuat.” (QS.
Al-An’am: 159)
Ayat diatas memberikan pengertian bahwa orang-orang yang membuat perpecahan
dalam agama dan menciptakan golongan-golongan sendiri maka mereka telah
meninggalkan jalan yang benar.
Terkait dengan pengertian ayat tersebut,
kenyataan yang ada bahwa Ahlussunnah selalu menjaga kebersamaan dan
kolektifitas. Perbedaan yang ada tidak sampai menimbulkan perpecahan yang
menyebabkan mereka menjadi beberapa golongan, apalagi sampai mengkafirkan, membid’ahkan dan memfasiqkan. Hal inilah yang membedakan Ahlussunnah wal
jamaah dengan aliran-aliran sempalan lainnya.
Dalam hal ini al-Imam Abdul Qahir
al-Baghdadi dalam kitab al-Farq
bain al-Firoq mengatakan;
الفصل الخامس: في بيان عصمة الله أهل السنة عن تكفير
بعضهم بعضا. أهل السنة لا يكفّر بعضهم بعضا، وليس بينهم خلاف يوجب التبري
والتكفير، فهم إذن أهل الجماعة القائمون بالحق، والله تعالى يحفظ الحق وأهله، فلا
يقعون في تنابذ وتناقض، وليس فريق من فرق المخالفين إلا وفيهم تكفير بعضهم لبعض،
وتبري بعضهم من بعض كالخوارج والروافض والقدرية حتى اجتمع سبعة منهم في مجلس واحد
فافترقوا عن تكفير بعضهم بعضا وكانوا بمنزلة اليهود والنصارى حين كفّر بعضهم بعضا
حتى قالت اليهود ليست النصارى على شيء وقالت النصارى ليست اليهود على شيء.
“Bab Lima, menerangkan tentang penjagaan
Allah terhadap Ahlussunnah wal jamaah dan dari saling mengkafirkan antara
sesama mereka. Ahlussunnah wal jamaah tidak saling mengkafirkan antara sesama
mereka. Di antara mereka tidak ada perselisihan pendapat yang membawa pada
pemutusan hubungan dan pengkafiran. Oleh karena itu, mereka memang golongan
al-Jama’ah (selalu menjaga kebersamaan dan keharomonisan) yang melaksanakan
kebenaran. Allah selalu menjaga kebenaran dan pengikutnya, sehingga mereka
tidak terjerumus dalam ketidakharmonisan dan pertentangan. Dan tidak ada satu
golongan diantara golongan-golongan sempalan, kecuali diantara mereka terjadi
sikap saling mengkafirkan dan memutus hubungan, seperti aliran Khawarij, Syi’ah
dan Qodariyah (Mu’tazilah), sehingga pernah suatu ketika tujuh orang dari
mereka berkumpul dalam satu majlis, lalu mereka berbeda pendapat dan mereka
berpisah dengan saling mengkafirkan antara yang satu dengan yang lain. Mereka
tidak ubahnya orang Yahudi dan Nasrani pada saat saling mengkafirkan.
Orang-orang Yahudi berkata: ‘Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu
pegangan’, dan orang Nasrani berkata: ‘Orang-orang Yahudi tidak mempunyai satu
pegangan’.
Sikap saling mengkafirkan dan
membid’ahkan dalam satu aliran telah menjadi trend di kalangan intern ulama
Wahhabi. Dahulu orang Wahhabi membid’ahkan, mengkufurkan dan mengatakan syirik
terhadap kaum Muslimin diluar golongan mereka. Namun, kini mereka menyebarkan
bid’ah dan kafir terhadap ulama sesama Wahhabi. Misalnya, Abdul Muhsin al-Abbad
dari Madinah menganggap al-Albani berfaham Murji’ah. Al-Albani
juga menvonis tokoh Wahhabi di Saudi Arabia yang mengkritiknya sebagai musuh
tauhid dan Sunnah.
Realita perpecahan tersebut menjadi bukti bahwa Wahhabi memang bukan
pengikut Ahlussunnah wal jamaah.
1. 4. Golongan
Mayoritas (al-Sawad
al-A’dzom).
Artinya, bahwa Ahlussunnah wal jamaah
adalah faham yang diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin, sebagaimana yang
ditegaskan oleh Syekh Abdullah al-Harari dalam kitab Idzhar
al-Aqidah al-Sunniyah bi Syarh al-Aqidah al-Thohawiyah:
ليعلم أن أهل السنة هم جمهور الأمة المحمدية وهم الصحابة
ومن تبعهم في المعتقد أي في أصول الاعتقاد……… والجماعة هم السواد الأعظم.
“Hendaklah diketahui bahwa Ahlussunnah
adalah mayoritas umat Muhammad e, mereka adalah para shahabat
dan golongan yang mengikuti mereka dalam prinsip-prinsip aqidah……sedangkan
al-Jama’ah adalah mayoritas terbesar (al-sawad al-a’dzom) kaum muslimin.”
Pengertian bahwa al-Jamaah adalah al-sawad
al-a’dzom seiring
dengan hadits Nabi e:
عن أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ
عَلَى ضَلاَلَةٍ فَإِذَا رَأَيْتُمْ اخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ
اْلأَعْظَمِ. (رواه ابن ماجه)
“Dari Anas bin Malik berkata: “Aku
mendengar Rasulullah e bersabda:
Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu,
apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok
mayoritas.”
Hadits di atas memberikan pengertian bahwa orang yang selamat hanyalah
orang yang selalu mengikuti ajaran dan mainstream mayoritas kaum muslimin dalam
beraqidah dan amal shaleh. Disamping itu, hadits tersebut juga menunjukkan arti
keharusan mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi, karena dalam realita
yang ada ajarannya diikuti oleh mayoritas kaum muslimin di dunia, dari dulu
hingga kini. Dan keluar dari madzhab ini berarti keluar dari mainstream
mayoritas kaum muslimin.
Berarti Hadits ini sangat tidak tepat jika diterapkan terhadap
aliran-aliran sempalan, seperti Syiah Imamiyah, Syiah Alawiyah di Syiria,
Wahhabi, MTA, Inkar Sunnah, LDII, Darul Arqom, dan aliran sesat lainnya, apalagi
Ahmadiyah dan Islam Liberal yang sudah masuk dalam kategori Kufur
pemikiran-pemikirannya.
·
Ø Dalil Kedua, Mengikuti Ajaran Nabi e
dan Shahabat.
Sabda Nabi e:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ
عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ
وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا
وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي. (سنن
الترمذي).
“Dari Abdillah bin Amr ra. berkata:
Rasulullah e bersabda:
Sesungguh nya umat Bani Israil terpecah belah menjadi 72 golongan. Dan umatku
akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu
golongan yang akan selamat. Para shahabat bertanya, siapa satu golongan yang
selamat itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: ‘golongan yang mengikuti
ajaranku dan ajaran Shahabatku.’ (HR. At-Tirmidzi)
Hadits di atas memberikan penjelasan, bahwa kelompok yang selamat hanyalah kelompok
yang konsisten dan mengikuti ajaran Nabi e dan ajaran Shahabatnya. Paradigma
tersebut sesuai dengan madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi yang dalam segala hal
selalu berupaya mengikuti ajaran Nabi e dan ajaran shahabatnya.
·
Ø Dalil ketiga, Pengayom dan Rujukan
Umat dalam Urusan Agama.
Hadrotus Syaikh Hasyim Asy’ari dalam Risalah
Ahlussunnah wal Jamaah menulis;
قال الشهاب الخفاجي رحمه الله تعالى في نسيم الرياض:
والفرقة الناجية هم أهل السنة والجماعة، وفي حاشية الشنواني على مختصر ابن أبي
جمرة: هم أبو الحسن الأشعري وجماعته أهل السنة وأئمة العلماء لأن الله تعالى جعلهم
حجة على خلقه وإليهم تفزع العامة في دينهم وهم المعنيون بقوله e: «إن الله لا يجمع
أمتي على ضلالة».
“As-Syihab al-Khofaji berkata dalam kitab
‘Nasim al-Riyadh’, golongan yang selamat adalah Ahlussunnah wal jamaah. Dan
dalam catatan pinggir as-Syanwani atas Muhtashor Ibnu Abi Jamroh terdapat
keterangan, “mereka adalah Abul Hasan al-Asy’ari dan pengikutnya yang merupakan
Ahlussunnah dan pemimpin para ulama, karena Allah swt. menjadikan mereka hujjah
atas mahlukNya dan hanya mereka yang menjadi rujukan kaum Muslimin dalam urusan
agama, mereka yang dimaksud dengan sabda Nabi e; sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku atas
kesesatan.”
Penjelasan Hadratussyaikh tersebut seiring dengan hadits shohih berikut
ini:
عن إبراهيم العذري t قال: قال رسول الله e: «يحمل هذا
العلمَ من كل خلَف عدولُه ينفون عنه تحريف الغالين وانتحال المبطلين وتأويل
الجاهلين». (رواه البيهقي).
“Dari Ibrahim al-Udzri ra. dia berkata,
Rasulullah bersabda: ‘Ilmu agama ini akan dibawa oleh orang-orang yang adil
dalam setiap generasi. Mereka akan membersihkan ilmu agama dari distorsi
kelompok yang ekstrim, kebohongan mereka yang bermaksud jahat dan penafsiran
mereka yang bodoh.”(HR. Al-Baihaqi)
Hadits ini memberikan penjelasan bahwa ajaran agama Islam akan selalu
disampaikan dari generasi ke generasi oleh para ulama yang dapat dipercaya,
yang selalu membersihkan ajaran agama dari pemalsuan dan kebohongan.
Berkaitan dengan substansi hadits tersebut apabila kita mengkaji sejarah
peradaban Islam, maka akan dijumpai bahwa para pakar yang menjadi rujukan kaum
muslimin dalam berbagai disiplin ilmu agama hingga kini adalah para ulama yang
mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar